pengelolaan manajemen risiko terhadap pembiayaan pada bank syariah

RESUME 

MANAJEMEN RISIKO BANK


Tentang

PENGELOLAAN MANAJEMEN RISIKO TERHADAP PEMBIAYAAN PADA BANK SYARIAH


Oleh

RAIKE NURSAFITRI

1930401108


Dosen Pembimbing:

IFELDA NENGSIH, S.EI, MA



JURUSAN PERBANKAN SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

BATUSANGKAR

2021



BAB I

PENDAHULUAN


A. Latar Belakang


    Bank syariah merupakan lembaga keuangan bank yang dikelola dengan dasar-dasar syariah, baik itu berupa niai prinsip maupun  konsep. Sebagai sebuah entitas bisnis, dalam kegiatan usahanya bank khususnya bank syariah mengahadapi risiko yang memiliki potensi mendatangkan resiko.

Salah satu pilar sektor keuangan dalam melaksanakan fungsi intermediasi dan pelayanan jasa keuangan, sektor perbankana jelas sangat memerlukan adanya distribusi risiko yang efisien. Tingkat efisiensi dalam distribusi risiko inilah yang akan nantinya menentukan alokasi sumberdaya dana di dalam perekonomian.

Oleh karena itu, pelaku sektor perbankan khususnya bank syariah di tuntut mampu secara efektif mengelola risiko yang dihadapinya. Salah satunya adalah risiko pembiayaan dalam bank Islam, karena pembiayaan merupakan saalah satu sektor terpenting dalam menjaga sistem operasional perbankan agar tetap berjalan dengan baik, maka harus ada manajemen risiko yang mampu menangani masalah pembiayaan di perbankan syariah.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan risiko pembiayaan dan bagaimana cakupan risiko pembiayaan?

2. Bagaimana urgensi manajemen risiko pembiayaan dalam manajemen risiko ?

3. Bagaomana profil risiko pembiayaan bank Islam ?

4. Apa faktor-faktor penentu risiko pembiayaan ?

5. Bagaimana pengelolaan risiko pembiayaan ?


C. Tujuan Pembelajaran

1. Untuk mengetahui maksud dengan risiko pembiayaan dan bagaimana cakupan risiko pembiayaan

2. Untuk mengetahui urgensi manajemen risiko pembiayaan dalam manajemen risiko

3. Untuk mengetahui profil risiko pembiayaan bank Islam

4. Untuk mengetahui faktor-faktor penentu risiko pembiayaan

5. Untuk mengetahui pengelolaan risiko pembiayaan


BAB II
PEMBAHASAN


A. Pengertian Risiko Pembiayaan dan Cakupan Risiko Pembiayaan


1. Pengertian Risiko Pembiayaan

Risiko adalah suatu kejadian potensial, baik yang dapat diperkirakan maupun tidak dapat diperkirakan yang berdampak negatif pada pendapatan dan permodalan. Risiko pembiayaan adalah risiko yang disebabkan oleh adanya kegagalan counterparty dalam menentukan kewajibannya. (Karim, 2010, hal. 260)

Risiko pembiayaan adalah risiko yang diakibatkan adanya kegagalan debitur dan atau pihak lain dalam memenuhi kewajiban kepada bank. (Zaini, 2016, hal. 343)


2. Cakupan Risiko Pembiayaan

Terdapat dua cakupan risiko pembiayaan dalam bank syariah, yaitu risiko terkait produk dan risiko terkait pembiayaan.

a. Risiko Terkait Produk

Risiko terkait produk terdiri dari:

1) Risiko Terkait Pembiayaan Berbasis Natural Certanty Contracts (NCC)

Yang dimaksud dengan analisis risiko pembiayaan berbasis NCC adalah mengidentifikasi dan menganalisis dampak dari seluruh risiko nasabah sehingga keputusan pembiayaan yang diambil sudah memperhitungkan risiko yang ada dari pembiayaan NCC, seperti murabahah, IMBT, salam, dan istisna’.

Penilaian risiko ini mencakup 2 aspek, yaitu:

a) Default Risk (Risiko Kebangkrutan)

Default risk adalah risiko yang terjadi pada First Way Out. Default risk dipengaruhi oleh hal-hal berikut:

a. Industri Risk, yaitu risiko yang terjadi pada jenis usaha yang ditentukan oleh hal-hal berikut.

1) Karakteristik masing-masig jenis usaha yang bersangkutan

2) Riwayat eksposur pembiayaan yang bersangkutan di bank konvensional dan pembiayaan yang bersangkutan di bank syariah, terutama perkembangan NCC jenis usaha yang bersangkutan.

3) Kinerja keuangan jenis usaha yang bersangkutan.

b. Kondisi internal perusahaan nasabah, seperti manajemen, organisasi, pemasaran, teknis produksi, dan keuangan.

c. Faktor negatif lainnya yang mempengaruhi perusahaan nasabah.


b) Recovery Risk

Recovery risk adalah risiko yang terjadi pada Second Way Out, yang dipengaruhi oleh sebagai berikut:

a. Kesempurnaan pengikatan jaminan.

b. Nilai jual kembali jaminan

c. Faktor negatif lainnya,, misalnya tuntutan hukum pihak lain atas jaminan, lamanya taksasi ulang jaminan.

d. Kredibilitas penjamin (jika ada). (Karim, 2010, hal. 261-262)

Risiko terkait pembiayaan berbasis NCC dapat dilihat pada pembiayaan sebagai berikut:


a. Risiko Terkait Pembiayaan Murabahah
Pembiayaan murabahah merupakan pembiayaan yang dicirikan dengan adanya penyerahan barang di awal akad dan pembiayaan kemudian, baik dalam bentuk angsuran maupun dalam bentuk sekaligus. (Karim, 2010, hal. 263)
Penyebab risiko pembiayaan murabahah timbul karena adanya kenaikan DCMR (Direct Competitor Market Rate), kenaikan ICMR (Indirect Competitors Market Rate), dan kenaikan ECRI (Expected Competitive Return For Investors). Solusi atas terjadinya risiko ini adalah dengan menetapkan jangka waktu maksimal pembiayaan dengan mempertimbangkan:
1) Tingkat keuntungan saat ini dan prediksi perubahan di masa mendatang yang berlaku di pasar perbankan syariah (DCMR). Semakin cepat perubahan DCMR maka semakin pendek jangka waktu maksimal pembiayaan.
2) Suku bungan kredit saat ini dan prediksi perubahannya di masa mendatang berlaku di pasar perbankan konvensional (ICMR). Semakin cepat perubahan ICMR, maka semakin pendek jangka waktu maksimal pembiayaan.
3) Ekspektasi bagi hasil kepada DPK yang kompetitif di pasar perbankan syariah ECRI. Semakin besar perubahan ekspektasi tersebut diperkirakan akan terjadi semakin pendek jangka waktu maksimal pembiayaan. (Sulhan & Ely, 2008, hal. 155)

b. Risiko Terkait Pembiayaan Ijarah
Risiko yang terkait dengan pembiayaan ijarah mencakup beberapa hal sebagai berikut:
1) Dalam hal barang disewakan adalah milik bank, timbul risiko tidak produktifnya aset ijarah karena tidak adanya nasabah. Hal ini merupakan business risk yang tidak dapat dihindari.
2) Dalam hal barang yang disewakan bukan milik bank, timbul risiko rusaknya barang oleh nasabah di luar pemakaian normal. Oleh karena itu, bank dapat menetapkan kovenan ganti rugi kerusakan barang yang tidak disebabkan oleh pemakaian normal.
3) Dalam hal jasa tenaga kerja yang disewa bank kemudian disewakan kepada nasabah, timbul risiko tidak perform-nya pembelian jasa. Oleh karena itu, bank dapat menetapkan kovenan bahwa risiko tersebut merupakan tanggung jawab nasabah karena pemberi jasa dipilh sendiri oleh nasabah. (Karim, 2010, hal. 264)
Penyelesaian risiko pembiayaan ijarah adalah sebagai berikut:
1) Risiko yang timbul karena ketiadaan nasabah merupakan bussines risk yang tidak dapat dihindari.
2) Jika risiko timbul karena pemakaian di luar normal, bank dapat menetapkan kovenan ganti rugi kerusakan barang yang tidak disebabkan oleh pemakaian normal.
3) Jika risiko yang timbul karena tidak perform-nya pemberi jasa, bank dapat menetapkan kovenan bahwa risiko tersebut merupakan tanggung jawab nasabah karena pemberi jasa dipilih sendiri oleh nasabah. (Sulhan & Ely, 2008, hal. 153)
c. Risiko Terkait Pembiayaan IMBT
Risiko yang terkait dengan pembiayaan IMBT terjadi karena pembayaran dilakukan dengan metode Ballon Payment, yakni pembayaran angsuran dalam jumlah besar di akhir periode. Dalam hal ini, timbul risiko ketidaksamaan nasabah untuk membayarnya. Risiko tersebut dapat diatasi dengan memperpanjang jangka waktu sewa (ijarah). (Karim, 2010, hal. 264)

d. Risiko Terkait Pembiayaan Salam dan Istisna’
Risiko yang menghiggapi pembiayaan salam dan istisna’ adalah gagalnya serah terima dan risiko jatuhnya harga barang. Kondisi ini diakibatkan oleh kedua skim barang yang diserahkan di akhir akad. Risiko jatuhnya harga barang dapat diantisipasi dengan menetapkan bahwa jenis pembiayaan ini hanya dilakukan atas dasar kontrak atau pesanan yang telah ditentukan harganya. Risko gagal serah dapat diantisipasi bank dengan menetapkan kovenan risiko kollateral 220%, yaitu 100% lebih tinggi daripada rasio standar 120%. (Sulhan & Ely, 2008, hal. 153-154)

2) Risiko Terkait Pembiayaan Berbasis Natural Uncertainty Contracts (NUC)
Yang dimaksud dengan analisis ini adalah mengidentifikasi dan menganalisis dampak dari seluruh risiko nasabah sehingga keputusan pembiayaan yang diambil sudah memperhitungkan risiko yang ada dari pembiayaan berbasis Natural Uncertainty Contracts (NUC), seperti mudharabah dan musyarakah.
Penilaian risiko ini mencakup tiga aspek, sebagai berikut:
a) Business Risk (Risko Bisnis yang Dibiayai), yaitu risiko yang terjad pada first way out. Risiko bisnis yang dibiayai ini dipengaruhi oleh:
1. Industry Risk, yaitu risiko yang terjadi pada jenis usaha yang ditentukan oleh:
- Karakteristik masing-masing jenis usaha yang bersangkutan.
- Kinerja keuangan jenis usaha yang bersangkutan.
2. Faktor negatif lainnnya yang mempengaruhi perusahaan nasabah seperti kondisi grup usaha, keadaan off balance (L/C import, bank garansi), market risk, riwayat pembayaran dan restrurisasi pembiayaan.

b) Shinking risk (risiko berkurangnya nilai pembiayaan mudharabah dan musyarakah), yaitu risiko yang terjadi pada second way out. Risiko ini dipengaruhi oleh:
1. Unsual Business Risk, yaitu risiko bisnis yang luar biasa yang ditentukan oleh:
- Penurunan drastis tingkat penjualan bisnis yang dibiayai.
- Penurunan drastis harga jual barang atau jasa dari bisnis yang dibiayai.
- Penurunan drastis harga barang atau jasa yang dibiayai.
2. Jenis bagi hasil yang dilakukan, apakah profit and loss sharing atau revenue sharing.
3. Disaster risk, yaitu keadaan force majeure yang dampaknya sangat besar terhadap bisinis nasabah yang dibiayai bank.
c) Character Risk (risiko karakter buruk mudharib), yaitu risiko yang terjadi pada third way out yang dipengaruhi oleh sebagai berikut:
1. Kelalaian nasabah dalam menjalankan bisinis yang dibiayai bank.
2. Pelanggaran ketentuan yang telah disepakati sehingga nasabah dalam menjalankan bisnis yang dibiayai bank tidak lagi sesuai dengan kesepakatan.
3. Pengelolaan internal perusahaan, seperti manajemen, organisasi, pemasaran, teknik produksi, dan keuangan yang tidak dilakukan secara profesional sesuai standar pengelolaan yang disepakati antara bank dengan nasabah. (Karim, 2010, hal. 265-266)

b. Risiko yang Terkait Pembiayaan Korporasi
Kompleksitas dan volume pembiayaan korporasi menimbulkan risiko tambahan selain risiko yang terkait dengan produk. Oeh karena itu, analisisnya harus lebih komprehensif. Analisis tersebut adalah analisis sales cost, profits, assets and liabilities dan analisis cash flow. (Karim, Bank Islam : Analisis Fiqh dan Keuangan, 2010, hal. 269)
B. Urgensi Manajemen Risiko Pembiayaan pada Bank Islam
Dalam prespektif persaingan, proses menyelesaikan debitur dan menetapkan harga berdasarkan profil risiko dan kontribusinya terhadap portofolio pembiayaan bank Islam. Bank yang tidak mampu membedakan antara profil risiko dari calon debitur tanpa menggunakan strategi diferensiasi harga, memungkinkan terjadinya salah penetapan harga. Setiap regulator di masing-masing negara akan memaksa para perbankan untuk menjaga tingkat riskonya melalui regulasi dan peraturan. Seperti di Indonesia, BI menetapkan aturan CAR, NPF, dan sebagainya. Sedangkan secara Internasional, pada tahun 1988 di Bassel Swiss, terbentuklah basel I yang merupakan serangkaian kebijakan bank sentral dari seluruh dunia terkait persyaratan minmum modal untuk bank yang diterbitkan oleh komite bassel. Kemudian keluarlah peraturan bassel II dan bassel III yang dikenal dengan sebagai standardized approach. Ini akan menjadi insentf bagi bank syarah ntuk segera memiliki dan menetapkan sistem manajemen risiko termasuk alat pengukurnya agar kemampuan bank dapat di salurkan dengan baik. (Wicaksono, 2011, hal. 4)
Selain itu, upaya preventif yang dilakukan oleh bank syariah sebelum memberikan pembiayaan kepada nasabah,yaitu dengan melakukan analisa 5 C, yaitu:
1. Character, penilaian karakter nasabah adalah untuk mengetahui itikad baik nasabah untuk memenuhi kewajibannya (willingness to pay) dan untuk mengetahui moral, watak maupun sifat-sifat pribadi yang positif dan kooperatif. Karakter merupakan faktor yang dominan dan penting sebab walaupun calon nasabah tersebut cukup mampu untuk menyelesaikan utangnya tetapi kalau tidak mempunyai itikad baik tentu akan membawa berbagai kesulitan bagi bank di kemudian hari. Gambaran tentang karakter calon nasabah dapat diperoleh dengan upaya antara lain :
a. Meneliti riwayat hidup calon nasabah;
b. Verifikasi data dengan melakukan interview;
c. Meneliti reputasi calon nasabah tersebut di lingkungan usahanya;
d. Bank Indonesia checking dan meminta informasi antar bank
e. Mencari informasi atau trade checking kepada asosiasi-asosiasi usaha dimana calon nasabah berada;
f. Mencari informasi tentang gaya hidup dan hobi calon nasabah.
2. Capacity, yaitu kemampuan nasabah untuk menjalankan usaha guna memperoleh laba yang diharapkan sehingga dapat mengembalikan pembiayaan diterima, untuk mengukur capacity dilakukan melalui berbagai pendekatan, yaitu :
a. Pendekatan historis yaitu menilai past performance apakah menunjukkan perkembangan dari waktu ke waktu (minimal 2 tahun terakhir).
b. Pendekatan profesi,yaitu menilai latar belakang pendidikan para pengurus. Hal ini sangat penting untuk perusahaan-perusahaan yang menghendaki keahlian teknologi tinggi atau perusahaanyang melakukan profesionalisme tinggi.
c. Pendekatan yuridis,yaitu secara yuridis apakah calon nasabah mempunyai kapasitas untuk mewakili badan usaha yang diwakilinya untuk mengadakan perjanjian pembiayaan dengan bank.
d. Pendekatan manajerial,yaitu menilai kemampuan dan ketrampilan nasabah melaksanakan fungsi-fungsi manajemen dalam memimpin perusahaan.
e. Pendekatan teknis, yaitu menilai kemampuan mengelola faktor-faktor produksi seperti tenaga kerja, sumber bahan baku, peralatan/mesin mesin, administrasi keuangan, industry relation sampai kemampuan merebut pasar.

3. Capital, adalah menilai jumlah modal sendiri yang diinvestasikan oleh nasabah dalam usahanya termasuk kemampuan untuk menambah modal apabila diperlukan sejalan dengan perkembangan usahanya.
4. Condition, yaitu kondisi usaha nasabah yang dipengaruhi oleh situasi sosial dan ekonomi. Kondisi dipengaruhi antara lain peraturan-peraturan pemerintah, situasi, politik dan perekonomian dunia, kondisi ekonomi yang mempengaruhi pemasaran, produk dan keuangan.
5. Collateral, yaitu aset atau benda yang diserahkan nasabah sebagai agunan terhadap pembiayaan yang diterimanya. Collateral tersebut harus dinilai oleh bank untuk mengetahui risiko kewajiban finansial nasabah kepada bank. Penilaian terhadap jaminan meliputi jenis, lokasi, bukti kepemilikan dan status hukumnya. Penilaian terhadap collateral dapat ditinjau dari dua segi sebagai berikut :
a. Segi ekonomis,yaitu nilai ekonomis dari benda yang akan diagunkan.
b. Segi yuridis,yaitu menilai apakah agunan tersebut memenuhi syarat-syarat yuridis untuk dipakai sebagai agunan. (Usanti, 2016, hal. 415-416)
C. Profil Risiko Pembiayaan Bank Syariah
Profil Risiko merupakan penilaian terhadap risiko inheren (risiko yang melekat pada kegiatan bisnis bank) dan kualitas penerapan manajemen risiko (mencerminkan penilaian kecukupan sistem pengendalian Risiko) dalam operasional Bank. (Sugari, 2017, hal. 9-10)
Penilaian risiko yang mencakup penialaian terhadap risiko inheren dan penialaian terhadap kualitas penerapan manajemen risiko yang meliputi sitem pengendalian risiko, baik untuk bank secara individual maupun untuk bank secara konsolidasi. (Zaini, 2016, hal. 347) Penilaian ini didasarkan atas risiko yang melekat pada kegiatan bisnis bank yaitu risiko risiko kredit, risiko likuiditas, risiko pasar, risiko operasional, risiko hukum, risiko stratejik, risiko kepatuhan dan risiko reputasi. (Rizkyah, 2017, hal. 165) Namun, secara umum risiko yang melekat pada fungsional bank syariah dapat dklasifikasikan ke dalam tiga jenis risiko, yaitu risiko pembiayaan, risiko pasar, dan risiko operasional.
1. Risiko Kredit atau Pembiayaan
Risiko kredit adalah risiko yang timbul akbat kegagalan dari pihak lain dalam memmenuhi kewajibannya. Risiko kredit dapat terjadi pada:
a. Aktivitas pembiayaan, trasuri dan investasi, serta pembiayaan dan perdangangan.
b. Kegagalan client untuk membayar kembali murabahah installment.
c. Kegagalan clien untuk membayar ijarah.
d. Kegagalan client untuk membayar kembali istisna’.
e. Kegagalan client untuk mengirim komoditi yang sudah dibeli (salam). (Sulhan & Ely, 2008, hal. 152)

2. Risiko Pasar
Risiko pasar adalah risiko pada posisi neraca dan rekening administrasi akibat perubahan harga pasar, antara lain risiko berupa perubahan nilai dari aset yang dapat diperdagangkan atau disewakan. (Zaini, 2016, hal. 343)
Risiko pasar dapat timbul apabila:
a. Bank membeli sukuk negara dengan kupon tetap, di mana harga pasar obligasi akan turun apabila imbal hasil pasar meningkat.
b. Bank memberikan valuta USD dengan nilai dalam valuta rupiah akan menurun apabila nilai tukar USD melemah.
c. Bank melakukan aktivittas trading atau jual beli surat berharga.
Contoh dari risiko pasar adalah Bank C memberikan kredit kepemilikan rumah dengan suku bunga fixed selama 3 tahun kepada debitur yang akan membeli satu unit rumah. Karena inflasi yang cenderung meningkat, diperkirakan suku bunga pasar akan mengalami kenaikan dalam kurun waktu 3 tahun kedepan. Dalam hal ini, bank C berpotensi mengalami risiko bunga pada banking book karena menerima pendapatan suku bunga yang lebih rendah daripada pendapatan bungan yang seharusnya. (Zaini, 2016, hal. 344)
3. Risiko Operasional
Risiko operasional adalah risiko yang antara lain disebabkan oleh ketidakcukupan atau tidak berfungsinya proses inernal, human error, kegagalan sistem atau adanya problem eksternal yang mempengaruhi operasional bank. Ada tiga faktor yang menjadi penyebab timbulnya risiko ini, yaitu:
a. Infrastruktur, seperti teknologi, kebijakan, lingkungan, pengamanan, perselisihan, dan sebagainya.
b. Proses
c. Sumber daya. (Karim, 2010, hal. 275)
Contoh risiko operasional dalam perbankan syariah adalah sebagai berikut:
a. Pemalsuan bilyet deposito oleh karyawan bank yang kemudian dijadikan angunan pembiayaan.
b. Kesalahan posting yang masuk karena pegawai yang ditunjuk kurang berpengalaman.
c. Terjadi bencana alam berupa banjir besar sehingga tidak dapat beroperasi secara normal.
d. Kejahatan keuangan seperti fraud yang sering dilakukan oleh pihak luar yang bekerja samaa dengan pegawai bank. (Zaini, 2016, hal. 344-345)

D. Faktor Penentu Risiko Pembiayaan
Risiko pembiayaan adalah risiko yang timbul karena kerugian yang terkait dengan kemungkian bahwa nasabah yang mengalami kegagalan dalam memenuhi kewajibannya. Dalam kasus lembaga keuangan Islam, di mana pinjaman diganti dengan investasi, maka manajemen risiko pembiayaan menjadi lebih kritis, karakter yang berbeda dalam instrumen keungan yang dipraktekkan dalam bank syariah. (Wicaksono, 2011, hal. 5)
Dalam akad pembiayaan murabahah, faktor penentu dalam risiko pembiayaannya adalah tidak bersaingaanya imbal bagi hasil bagi pihak shahibul mall, khususnya untk pembiayaan yang memiliki jangka waktu panjang. Faktor penyebabnya adalah kenaikan DCMR (Direct Competition Market Rate), ICMR (Indirect Competition Market Rate), dan kenaikan ECRI (Expected Competition Rate For Investor). Solusi meminimalisir risiko adalah menetapkan jangka waktu maksomal untuk pemboayaa dengan mempertimbangankan tingkat margin keuantungan yang dapat berubah setiap waktu, suku bunga dan prediksi perubahan pada masa mendatang yang berlaku di pebankan konvensional, dan ekspektasi bagi hasl kepada dana pihak ketiga yang kompetitif di perbankan syariah. (Karim, Bank Islam, 2003, hal. 96)
E. Pengelolaan Risiko Pembiayaan
Analisa pembiayaan adalah suatu kajian untuk mengetahui kelayakan dari suatu proposal pembiayaan yang diajukan nasabah. Melalui hasil analisis dapat diketahui apakah usaha nasabah tersebut layak (feasible) dalam arti bisnis yang dibiayai diyakini dapat menjadi sumber pengembalian dari pembiayaan yang diberikan, jumlah pembiayaan sesuai kebutuhan baik dari sisi jumlah maupun penggunaannya serta tepat struktur pembiayaannya, sehingga mengamankan risiko dan menguntungkan bagi bank syariah dan nasabah. Dalam menganalisa pembiayaan harus diperhatikan kemauan dan kemampuan nasabah untuk memenuhi kewajibannya serta terpenuhinya aspek ketentuan syariah. Bank syariah dalam menyalurkan pembiayaan wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank syariah dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya. Risiko pembiayaan bermasalah dapat diperkecil dengan jalan salah satunya melakukan analisa pembiayaan. Analisa pembiayaan merupakan tahap preventif yang paling penting dan dilaksanakan dengan profesional dapat berperan sebagai saringan pertama dalam usaha bank menangkal bahaya pembiayaan bermasalah. Kelayakan pembiayaan merupakan fokus dan hal yang terpenting di dalam pengambilan keputusan pembiayaan karena sangat menentukan kualitas pembiayaan dan kelancaran pembayaran.
Tahapan yang dilalui pada setiap pembiayaan yang disalurkan kepada nasabah penerima fasilitas oleh bank syariah, yaitu sebagai berikut:
1. Sebelum pemberian pembiayaan diputuskan oleh bank syariah, yaitu tahap banksyariahmelakukan analisis atas permohonan pembiayaan calon nasabah penerima fasilitas, tahapan ini disebut tahap analisa pembiayaan.
2. Setelah pembiayaan diputuskan oleh bank syariah, maka dilanjutkan dengan pembuatan perjanjian pembiayaan yang diikuti dengan pengikatan agunan untuk pembiayaan yang diberikan ini. Tahap ini disebut tahap dokumentasi pembiayaan.
3. Setelah perjanjian pembiayaan ditandatangani oleh kedua belah pihak dan dokumentasi pengikatan agunan pembiayaan telah selesai dibuat, maka selama pembiayaan itu digunakan oleh nasabah penerima fasilitas sampai jangka waktu pembiayaan belum berakhir bank syariah melakukan monitoring. Tahap ini disebut tahap pengawasan dan pengamanan pembiayaan.

4. Adakalanya pembiayaan yang telah dinikmati nasabah penerima fasilitas masuk dalam kriteria pembiayaan bermasalah, maka bank syariah berupaya untuk memulihkan kondisi tersebut. Tahapan ini disebut tahapan penyelamatan dan penagihan pembiayaan. (Usanti, 2016, hal. 412-413)


BAB III

PENUTUP


A. Kesimpulan

Risiko pembiayaan adalah risiko yang disebabkan oleh adanya kegagalan counterparty dalam menentukan kewajibannya. Dalam risiko pembiayaan ada cakupan risiko pembiayaan, baik dalam risiko yang terkait pada produk maupun risiko yang terkait dengan pembiayaan korporasi. Dalam risiko yang terkait pada produk, produk yang sering mengalami risiko adalah murabahah, ijarah, IMBT, salam dan istisna’. Selain itu, upaya preventif yang dilakukan oleh bank syariah sebelum memberikan pembiayaan kepada nasabah,yaitu dengan melakukan analisa 5 C. Profil Risiko merupakan penilaian terhadap risiko inheren (risiko yang melekat pada kegiatan bisnis bank) dan kualitas penerapan manajemen risiko (mencerminkan penilaian kecukupan sistem pengendalian Risiko) dalam operasional Bank. secara umum risiko yang melekat pada fungsional bank syariah dapat dklasifikasikan ke dalam tiga jenis risiko, yaitu risiko pembiayaan, risiko pasar, dan risiko operasional.

Dalam kasus lembaga keuangan Islam, di mana pinjaman diganti dengan investasi, maka manajemen risiko pembiayaan menjadi lebih kritis, karakter yang berbeda dalam instrumen keungan yang dipraktekkan dalam bank syariah. Analisa pembiayaan adalah suatu kajian untuk mengetahui kelayakan dari suatu proposal pembiayaan yang diajukan nasabah. Melalui hasil analisis dapat diketahui apakah usaha nasabah tersebut layak (feasible) dalam arti bisnis yang dibiayai diyakini dapat menjadi sumber pengembalian dari pembiayaan yang diberikan, jumlah pembiayaan sesuai kebutuhan baik dari sisi jumlah maupun penggunaannya serta tepat struktur pembiayaannya, sehingga mengamankan risiko dan menguntungkan bagi bank syariah dan nasabah.


Komentar