KONSEP TEORITIS MANAJEMEN RISIKO DALAM PERBANKAN SYARIAH

 MAKALAH

MANAJEMEN RISIKO BANK


TENTANG

KONSEP TEORITIS MANAJEMEN RISIKO DALAM PERBANKAN SYARIAH


OLEH


RAIKE NURSAFITRI : 1930401108


DOSEN PENGAMPU:

IFELDA NENGSIH, SEI., MA.


JURUSAN PERBANKAN SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

BATUSANGKAR

2019/2020








BAB I

PENDAHULUAN


A.LATAR BELAKANG

  Bank syariah akan selalu berhubungan dengan berbagai jenis risiko. Risiko dalam konteks perbankan merupakan suatu kejadian potensial, baik dapat diperkirakan (anticipate) maupun yang tidak dapat diperkirakan (unanticipated) yang berdampak negative terhadap pendapatan dan permodalan bank.

Situasi eksternal dan internal perbankan mengalmi perkembangan pesat yang diikuti dengan semakin kompleksnya resiko kegiatan usahaperbankan sehingga diperlukan penerapan manajemen resiko yang matang. Penerapan manajemen resiko akan memberikan manfaat baik kepada perbankan maupun otoritas pengawasan perbankan. Manajemen risiko dibutuhkan untuk mengidentifikasi, mengukur, dan mengendalikan berbagai macam risiko.

Mekanisme yang terdapat pada perbankan syariah, tidak dapat terlepas pada resiko dalam menjalankan roda usahanya. Oleh karena itu, bank syariah harus dapat mengidentifikasi setiap resiko yang sedang dihadapi.

          

BAB II

PEMBAHASAN


A.PERBANKAN SYARIAH DAN RISIKO

  Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan dana tersebut kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk lain dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak, disebut dengan fungsi intermediasi. (Warjiyo, 2004)

  Bank syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, implementasi prinsip syariah inilah yang menjadi pembeda utama dengan bank konvensional. Pada dasarnya prinsip syariah tersebut mengacu kepada syariah islam yang berpedoman utama pada al-qur’an dan hadist. (Elfadhli, 2016)

  Resiko adalah potensi kerugian akibat terjadinya suatu peristiwa (events) tertentu. Resiko dalam konteks perbankan merupakan suatu kejadian potensial, baik yang dapat diperkirakan (expected) maupun yang tidak dapat diperkirakan (unexpected) yang berdampak negatif terhadap pendapatan dan permodalan bank. Resiko juga dapat dianggap sebagai kendala dalam pencapaian suatu tujuan. (Surat Edaran Bank Indonesia No. 13 Tahun 2011) 

  Manajemen resiko adalah sebagai rangkaian prosedur dan metodologi yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan resiko yang timbul dari kegiatan usaha Bank. Manajemen resiko dianggap sebagai metodologis dan sistematis dalam proses identifikasi, kuantifikasi, menentukan sikap, menetapkan solusi serta melakukan monitor dan pelaporan resiko yang berlangsung pada setiap aktivitas. Dalam hal ini manajemen resiko merupakan sebuah alat untuk menfilter atau pemberi peringatan dini terhadap kegiatan usaha Bank.

Dimana tujuan manajemen resiko meliputi :

a) Menyediakan informasi tentang resiko kepada pihak legulator

b) Memastikan bank tidak mengalami kerugian yang bersifat unacceptable

c) Meminimalisir kerugian dari berbagai resiko yang bersifat uncontrolled

d) Mengukur eksposur dan pemusatan resiko

e) Mengalokasikan modal dan membatasi resiko

Identifikasi resiko yang dilakukan dalam bank Isalm tidak hanya mencakup berbagai resiko yang ada pada bak-bank pada umumnya, melainkan juga meliputi berbagai resiko yang khas hanya ada pada bank-bank yang beroperasi berdasarkan prinsip syariah. (Karim, 2016)


B. PERBANKAN SYARIAH DAN REGULASI

  Perbankan islam adalah lembaga keuangan yang tumbuh dan berkembang di Indonesia sejak 16 tahun yang lalu dimulai dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia. System perbankan di atur oleh UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Regulasi perbakan syariah di Indonesia sebelum dan sesudah penerapan UU No. 22 Tahun 2008 dan bagai mana peluang dan tantangan setelah UU No. 21 Tahu 2008 berlaku. Peraturan perbankan syariah dimulai dari UU No. 7 Tahun 1998 yang memperkenalkan prinsip bagi hasil bank. UU No. 10 Tahun 1998 memebrikan peluang lebih besar bagi pertumbuhan dan perkembangan perbankan syariah di Indonesia. Namun, perbankan syariah memiliki karakteristik yang berbeda dibandingkan dengan perbankan konvensional, akibatnya hukum khusus untuk mengatur perbanakn syariah diperlukan. Hokum perbakan Islam mengatur bank syariah yang lebih komprehensif daripada UU No. 10 Tahun 1998. UU perbankan syariah memeberikan kesempatan besar untuk pertumbuhan bank syariah dan hokum perbanan syariah juga memberikan tantangan bagi pelaku bank syariah nasional untuk bersaing denagn bank asing yang tertarik dalam mengoperasikan system perbankan syariah di Indonesia. (Imaniyati, 2009)

  Ada beberapa aturan yang dibuat oleh Bank Indonesia terahadap perbsnksn syariah:

1. UU No. 21 Tahun 2008 tentang Bank Syariah, yaitu mengatur lisensi, supervise prudent, manajemen, pengalihan bank konvensional ke bank syariah, dan sanksi dalam hukum

2. UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, yaitu Bank Indonesia harus mensupport bisnis perbankan syariah

3. UU No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan yang diamandemen dalam UU No. 10 Tahun 1998, yaitu lisensi, supervise prudent, manajemen

4. Regulasi Bank Indonesia No. 624/PBI/2004 tentang bank konvensional yang melaksanakan bisnis prinsip syariah sebagaimana diamandemen dalam regulasi Bank Indonesia No. 735/PBI/2005, yaitu prosedur dan pembentukannya, produk, dan pembentukan Dewan Penasehat Syariah

5. Regulasi edaran No. 83/PBI/2016 tentang pengalihan bisnis bank komersial konvensional ke bank konvensional yang melaksanakan bisnis prinsip syriah dan pendirian penasehat syariah UUS oleh bank komersial konvensional, yaitu persyaratan dan prosedur pembentukan atau pengalihan, dan produk.

6. Regulasi BI No. 7/46/pbi/2005 tentang mobilisasi dana dan persetujuan pembiayaan bagi bank yang bisnis prinsip syariah, yaitu persyaratan kontrak atau akad keuangan dalam bisnis perbankan syariah

7. Surat edaran No. 8/19/DPBS untuk semua bank konvensional yang melaksanakan bisnis prinsip syariah, supervisi syariah dan panduan hasil laporan Dewan Penasehat Syariah, yaitu tugas dan tanggung jawab anggota Pengawas Dewan Syariah dan aktivitas Pengawasan Syariah. (Shabri, 2014)

C. RISIKO DAN KECUKUPAN MODAL

  Modal asdalah salah satu factor penting bagi suatu bank dalam rangka pengembangan kegiatan usaha serta untuk menampung risiko-risiko yang mungkin terjadi serta menampung kerugian. Modal merupakan asset dalam bentuk atau bentuk lain yang bukan uang yang dimiliki oleh penanam modal yang mempunyai nilai ekonomis. (Rosyida, 2011)


D. DAMPAK RISIKO TERHADAP BANK SYARIAH

  Dampak resiko terhadap bank ini tidak hanya di rasakan oleh bank tetapi juga pihak laian, diantaranya:

1. Dampak terhadap Nasabah

Kegagalan dalam pengelolaan rrisiko dapat berpengaruh terhadap nasabah. Dampak yang terjadi bias secara langsung maupun tidak langsung dan tidak seketika dapat diidentifikasi. Pengaruh risk event yang sedang berlangsung secara berkelanjutan pada gilirannya akan menimbulkan risk loss terhadap kelangsungan usaha bank. Risk loss yang berdampak terhadap nasabah adalah turunya tingkat pelayanan, berkurangnya jenis dan kualitas produk yang ditawarkan, krisis likuiditas sehingga menyulitkan dalam pencarian dana, dan perubahan peraturan.

2.Dampak terhadap perekonomian

Sebagai institusi yang mengelola uang sebagai aktivitas utamanya, bank memiliki risiko yang melekat secara sistemtis. Risiko sistematik adalah resiko kegagalan yang dapat merusak perekonomian secara keseluruhan dan secara langsung berdampak kepada karyawan, nasabah, dan pemegang saham.

3.Dampak terhadap pemeganag saham

Risk loss yang berdampak pada pemegang saham adalah:

a. Penurunan nilai investasi yang akan memberikan pengaruh terhadap penurunan harga dana atau penurunan keuntungan, turunya harga saham menurunkan nilai perusahaan dan menyebabakab turunya kesejahteraan pemegang saham

b.Hilangnya peluang memeperoleh deviden yang seharunya diterima sebagai akibat dari turunya keuntungan perusahaan

c.Kegagalan investasi sehingga terjadinya kebangkrutan perusahaan dan melenyapkan semua nilai modal yang di setor.

4. Dampak terhadap karyawan Dampak Risk loss terhadap karyawan adalah dikenakannya sanksi disiplin, karena kelalaian yang menimbulakan kerugian, pengurangan pendapatan seperti pemotongan gaji, pengurangan bonus, dan pemutusan hubungan kerja. (Usman, 2014)



E. KEBUTUHAN PERBANKAN SYARIAH TERHADAP REGULASI DAN MANAJEMEN RISIKO

  Regulasi terhadap perbankan syariah sangat dibutuhkan, kebutuhan regulasi ini diantaranya agar bank memiliki stabilitas keuangan, stabilitas moneter, menjaga persaingan antar bank dan inovasi produk perbankan, yang paling penting alasan risiko kebangkrutan perbankan syariah yang tidak bisa diabaikan, terutama ketika operasi bank dijalankan berdasarkan skema two-tier mudharabah dimana sisi aset dan kewajiban dari neraca bank secara penuh diintegrasikan, risiko kerugian ekonomi sebagai hasil dari buruknya keputusan investasi, yang bisa dikarenakan oleh kombinasi berbagai faktor seperti lingkungan usaha yang rentan, lemahnya tata kelola internal dan rendahnya disiplin pasar.

  Sistem perbankan yang lemah akan menghalangi perekonomian untuk mendapat manfaat dari globalisasi dan liberalisasi pasar finansial domestik. Secara umum, kerangka regulasi untuk perbankan adalah penting untuk memberi lingkungan yang baik untuk pertumbuhan dan pengembangan industri serta stabilitas sector keuangan secara keseluruhan. Hal ini sangat relevan untuk perbankan syariah dimana terdapat beragam jenis investasi yang rumit dan harus mematuhi ketentuan syariah dan dengan inovasi yang terus berlanjut beserta implikasi risiko yang terkandung didalamnya.

  Ketersediaan regulasi yang sesuai akan berkontribusi pada perbaikan pembinaan dan pengawasan, peningkatan efektivitas kebijakan moneter dan kredit, serta stabilitas dan jaring pengaman sistem. Kerangka regulasi untuk perbankan syariah harus mengakomodasi karakter dasar perbankan syariah dengan pada saat yang sama mengatur isu-isu yang umum bagi semua lembaga intermediasi keuangan seperti manajemen kontrak, kepailitan, jaminan, dan pemulihan aset. Regulasi perbankan syariah juga harus memberi definisi yang tegas tentang lembaga bank syariah sejalan dengan persyaratan perizinan, permodalan, cakupan aktivitas, dan hubungannya dengan otoritas regulator. Regulasi perbankan syariah juga harus mampu mengidentifikasi, menilai, dan mengelola risiko yang inheren di dalam aktivitas perbankan syariah.

  Regulasi untuk perbankan syariah adalah tantangan bagi otoritas agar dapat memahami dan menyeimbangkan antara pengawasan yang efektif dan memfasilitasi industri untuk pertumbuhan dan pengembangan lebih lanjut. Pada saat yang sama, regulasi adalah keperluan industri untuk level playing field, infrastruktur yang efektif, berfungsi-nya pasar dan penetrasi ke pasar global. Tujuan dari setiap usaha regulasi adalah untuk mempertahankan kepercayaan terhadap sistem perbankan secara keseluruhan, melindungi konsumen, dan mendorong kesadaran publik.

Regulasi juga harus memberi kerangka untuk kebijakan, standar, kontrol, dan instrumen pengawasan yang baik dan efektif, sesuai dengan syariah dan standar internasional, karena perbankan syariah menghadapi resiko sebagaimana perbankan konvensional sehingga juga membutuhkan pengawasan yang efektif untuk menjamin stabilitas sistem secara keseluruhan. Perbankan syariah untuk menjamin stabilitas sistem secara keseluruhan. Perbankan syariah menghadapi credit risk lebih besar terkait masalah adverse selection, moral hazard dan costly state verification. Begitupun halnya dengan liquidity risk terkait cash flow yang lebih tidak terprediksi dan keterbatasan instrumen keuangan untuk menutup defisit. Namun perbankan syariah menghadapi inflation risk dan market risk yang lebih rendah karena pada instrumen bagi hasil melekat fungsi indeksasi penuh secara otomatis. (Jasa, 2015)



BAB III

PENUTUP


A.KESIMPULAN

  Bank syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, implementasi prinsip syariah inilah yang menjadi pembeda utama dengan bank konvensional. Pada dasarnya prinsip syariah tersebut mengacu kepada syariah islam yang berpedoman utama pada al-qur’an dan hadist.

  Resiko adalah potensi kerugian akibat terjadinya suatu peristiwa (events) tertentu. Resiko dalam konteks perbankan merupakan suatu kejadian potensial, baik yang dapat diperkirakan (expected) maupun yang tidak dapat diperkirakan (unexpected) yang berdampak negatif terhadap pendapatan dan permodalan bank. Resiko juga dapat dianggap sebagai kendala dalam pencapaian suatu tujuan


DAFTAR KEPUSTAKAAN


Elfadhli. (2016). Manajemen Dana Bank .            Batusangkar: STAIN Batusangkar Press.

Imaniyati, N. S. (2009). Syiar Hukum. Bandung: Jurnal Ilmiah.

Jasa, F. Z. (2015). Fungsi Undang Undang Perbankan Syariah Terhadap Regulasi Bank Syariah.

Karim, A. A. (2016). Bank Isalam Analisis Fiqih Dan Keuangan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Rosyida, A. (2011). Manajemen Perbankan dari Teori Menuju Aplikasi. Jakarta: Kencana Perdana Media Group.

Shabri, M. (2014). Regulasi Perbankan Syariah: Studi Komperatif antara Malaysia dan Indonesia . Media Syariah Vol. XV/No. 1 Juni 2014.

Surat Edaran Nomor 13/23/DPNP/2011 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum.

Usman, R. (2014). Aspek Hukum Perbankan Syariah di Indonesia. Jakarta: Snar Grafika.

Warjiyo, P. (2004). Bank Indonesia Bank Sentral Republik Indonesia. Jakarta: Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan.

Komentar